Jejak Sejarah Desa Penglipuran, Tempat Raja Healing di Masa Lampau

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Jejak Sejarah Desa Penglipuran, Tempat Raja Healing di Masa Lampau

Ni Made Nami Krisnayanti - detikTravel
Senin, 25 Sep 2023 08:55 WIB
Jalan-Jalan ke Salah Satu Desa Wisata Terbersih di Dunia
Desa Penglipuran tempat pelipur lara raja di masa lalu. (Tasya Khairally/detikcom)
Bangli -

Desa Penglipuran bukan hanya bersih, tetapi juga unik dengan arsitektur dan desain bangunannya. Ternyata, desa ini sudah menjadi pilihan raja untuk healing.

Menurut Wayan Sumiarsa, ketua pengelola Desa Penglipuran, Desa Penglipuran memiliki dua versi sejarah yang sama-sama menuturkan tentang Kerajaan Bangli.

Versi pertama, jauh sebelum menjadi destinasi wisata, Desa Penglipuran dahulu adalah tempat tinggal sementara dari masyarakat Desa Bayung Gede agar lebih dekat dengan pusat Kerajaan Bangli.

Desa Penglipuran sudah ada sejak 700 tahun yang lalu kisaran abad ke 14. Warga Desa Penglipuran berasal dari Desa Bayung Gede. Pada zaman kerajaan, warga di Bayung Gede dipercaya oleh Raja Bangli dalam kegiatan keagamaan. Warga Bayung Gede sering diminta untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan yang ada di Kerajaan Bangli.

Jauhnya jarak Desa Bayung Gede dengan ibukota kerjaan, akhirnya membuat warga Bayung Gede yang berjumlah sekitar 7 orang diminta untuk tinggal lebih dekat dengan ibukota kerajaan, yaitu di lokasi yang sekarang kita kenal dengan Desa Penglipuran.

Dahulu, Desa Penglipuran disebut dengan Kubu Bayung. Kubu yang artinya pondokan dan Bayung yang artinya asal mula warga dari desa Bayung Gede.

Desa Penglipuran di Bangli, BaliDesa Penglipuran di Bangli, Bali (Ni Made Nami Krisnayanti)



Lambat laun karena semakin padatnya kegiatan keagamaan di Kerajaan Bangli membuat raja memerintahkan 7 orang untuk mulai menata Kubu Bayung tanpa meninggalkan tradisi, budaya, dan arsitektur bangunan yang ada di daerah asal.

Di bangunlah Kubu Bayung seperti area yang ada di Desa Bayung Gede. Mulai dari pura dan bangunan tradisional.



Menurut penuturan dari Wayan Sumiarsa, Penglipuran berasal dari kata pengeling yang artinya ingat dan pura artinya itu leluhur. Nama ini diambil untuk mengingat asal mula warga Kubu Bayung.

Desa Penglipuran dibangun dengan konsep Tri Mandala, dimana di dalamnya terdapat utama mandala, madya mandala, dan nista mandala.

Tak hanya itu, Desa Penglipuran juga mengimplementasikan konsep Tri Hita Karana, yakni parahyangan, pawongan, dan palemahan.

Parahyangan adalah bentuk menjalin hubungan harmonis dengan Tuhan, dalam bentuk tempat ibadah. Pawongan adalah bentuk menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia. Palemahan adalah bentuk menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan.

Versi kedua, masih berkaitan dengan kerajaan. Dahulu ketika Raja Bangli merasakan rasa galau, beliau akan melakukan perjalanan ke desa ini untuk melakukan meditasi. Ketika mengunjungi desa ini, Raja Bangli akan terhibur.

Begitu senangnya Raja Bangli dengan desa ini, maka Raja Bangli memberi nama desa ini dengan nama pelipur lara.

Tak hanya mewariskan cerita sejarah, leluhur warga Desa Penglipuran juga meninggalkan nilai kekeluargaan yang tercermin pada keseragaman bentuk dan desain bangunan pada seluruh rumah di Desa Penglipuran. Keseragaman bangunan ini kini menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri bagi Desa Penglipuran.

Desa Penglipuran di Bangli, BaliDesa Penglipuran di Bangli, Bali (Ni Made Nami Krisnayanti)



"Di sini ada suatu nilai yang terkandung dari bangunan yang ada, terutama pada pintu masuk atau yang kami sebut angkul-angkul. Leluhur kita meninggalkan suatu nilai kebersamaan yang terkandung di sana, termasuk juga dalam membangun desa ini," jelas Wayan Sumiarsa, selaku ketua pengelola Desa Penglipuran.

Tak hanya pada angkul-angkul, nilai kebersamaan juga diterapkan pada dapur tradisional dan bale saka 6. Jadi, seluruh rumah di Desa Penglipuran pasti memiliki angkul-angkul, dapur tradisional, dan bale saka 6 yang seragam dengan tata letak yang sama.

"Kalau berkaitan dengan bangunan, ada tiga bangunan yang kota konservasi di sini. Pertama ada angkul-angkul, kedua dapur tradisional, dan bale saka 6. Tiga bangunan ini pasti semua ada dan letaknya sama. Kalau dapur itu umumnya di Bali kan di selatan, kalau di sini itu di utara," ujar Wayan Sumiarsa.

Desa Penglipuran, dengan segala pesona dan sejarahnya yang kaya, adalah bukti hidup dari warisan budaya Bali yang masih terjaga hingga saat ini. Bagi traveler yang sedang di Bali dan ingin healing. Desa Penglipuran menjadi destinasi yang cocok untuk traveler kunjungi.




(fem/fem)

Hide Ads