Tor Tor dan Pentingnya Gondang Bagi Warga Desa Huta Tinggi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tor Tor dan Pentingnya Gondang Bagi Warga Desa Huta Tinggi

Elmy Tasya Khairally - detikTravel
Kamis, 19 Nov 2020 18:40 WIB
Tari Tor-tor di Desa Huta Tinggi
Foto: Tari Tor Tor (Elmy Tasya Khairally/detikTravel)
Toba Samosir -

Suku Batak Toba memang masih kuat memegang adat dan budaya. Tak terkecuali warga Desa Huta Tinggi, yang menganggap Tari Tor Tor dan Gondang sangat penting.

detikTravel mengunjungi Desa Huta Tinggi bersama Kemenparekraf dalam acara Wisata Edukasi Tematik Nusantara 'Culture Exploration in Toba'. Saat sampai di Desa Huta Tinggi, kami disambut dengan tarian Tor Tor.

Ada tiga tarian Tor Tor yang ditampilkan oleh remaja di Desa Huta Tinggi. Mengenakan ulos, 10 anak perempuan ini pun memulai tarian mereka, tak lupa dengan mengenakan masker untuk mencegah penularan Corona.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada tiga (tarian yang ditampilkan), Gondang siboru, Sitapitola, Sibungazabu. Itu Gondang Sitapitola itu gerakan lambat makanya kayak sedih. Gondang Siboru itu sedang. Gondang Sibungazabu itu agak cepat, dalam artian itu tarian naposo," kata Tokoh masyarakat setempat, Robis Butarbutar di Desa Huta Tinggi.

Tari Tor-tor di Desa Huta TinggiTari Tor-tor di Desa Huta Tinggi Foto: Elmy Tasya Khairally/detikTravel

Menurut warga setempat, tarian Tor Tor merupakan salah satu persembahan bagi Mulajadi Nabolon atau dewa tertinggi dalam mitologi Batak. Ritual itu pun harus menggunakan alat musik Gondang Bolon dan Gondang Hasapi.

ADVERTISEMENT

"Jadi ritual itu harus, wajib hukumnya menggunakan Gondang Bolon dan Gondang Hasapi. Tanpa itu tidak bisa melaksanakan," kata Robis.

Tari Tor-tor di Desa Huta TinggiTari Tor-tor di Desa Huta Tinggi Foto: Elmy Tasya Khairally/detikTravel

Tarian Tor Tor juga biasanya dilakukan saat menyambut tamu yang datang ke desa. Menurut Robis, jika di falsafah orang Batak, tamu yang datang haruslah dihargai.

"Kebetulan kalo ada Pargoti dari kita, ya kita (sambut), kalo nggak ya ngapain kita pake gendang, gitu aja. Kebetulan ini anak-anak muda itu pargoti kita, ya apa salahnya kita sambut itu dengan gendang. Akan lebih mulia kita sambut tamu kita dengan gendang," tambah Robis.

Masyarakat Batak setempat khawatir budaya gendang itu akan hilang seiring digunakannya keyboard. Sehingga, parmalim masih mempertahankan gendang sebagai alat musik mereka.

"Jadi yang sekarang ini yang paling mencolok memang itulah kegelisahan kita ini kan kalo ada pesta itu gendang itu hanya sebatas ada aja. Udah kebanyakan keyboard. Jadi yang nempat itupun nggak ada," ujar Robis.

Untuk melestarikan budaya agar tetap ada, setiap acara adat yang digelar selalu menggunakan gendang dan tak pernah menggunakan keyboard. Jika tak ada gendang, maka tak pakai musik sama sekali.

"Acara perkawinan itu pun harus dengan gendang. Acara yang meninggal pun, tapi itu bukan diwajibkan, tergantung dari situasi keluarga yang melakukan pesta. Kalau nggak bisa gendang yaa gitu aja, Pokoknya kami nggak bisa lah nggak pake musik," kata Robis.




(wsw/wsw)

Hide Ads