DOMESTIC DESTINATIONS
Jejajahi Sisi Lain Bekasi dengan Walking Tour, Unik dan Beda!

Setelah pandemi usai, saat ini orang sudah lebih leluasa untuk beraktivitas maupun berwisata. Menjelajahi kota dengan walking tour bisa menjadi alternatif menarik berwisata dengan cara yang lebih unik dan fresh.
Tim detikcom pun berkesempatan menjajal Walking Tour dengan menyusuri Kota Bekasi bersama komunitas Ngopi di Jakarta (Ngojak) pada Sabtu (20/1/2023). Kami berkumpul di Stasiun Bekasi, yang merupakan Stasiun terbesar yang berada di Bekasi dan selalu dipadati oleh masyarakat di hari-hari kerja.
Tur kali ini kami didampingi oleh Endra Kusnawan selaku budayawan Bekasi sekaligus penulis Buku Sejarah Bekasi. Endra membuka dengan bercerita terkait sejarah Stasiun Bekasi, Stasiun ini pun ternyata memiliki nilai sejarah karena telah diresmikan sejak tahun 31 Maret 1887.
Dulunya Stasiun Bekasi ini dikelola oleh Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS) sebelum akhirnya diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Namun sayangnya saat ini bekas sejarah itu sudah tidak dapat lagi ditemukan karena Stasiun Bekasi telah berulangkali dirombak dan diperbarui.
![]() |
Kemudian kami berjalan menyusuri Jl. Pramuka ke arah Alun-alun Kota Bekasi. Kami pun mendapati Alun-alun Kota Bekasi saat ini telah menjadi lebih rapi paska revitalisasi.
Di alun-alun kami pun diceritakan terkait sejarah beberapa tempat di area ini, salah satunya adalah Masjid Al-Barkah yang berada di seberang alun-alun. Masjid tersebut memiliki nilai sejarah tersendiri karena telah dibangun sejak 1890 dan terdapat makam tokoh Pahlawan Bekasi, Madmuin Hasibuan, yang namanya pun dijadikan sebagai nama Alun-alun Kota Bekasi.
Selain itu dekat dari alun-alun terdapat Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi yang menjadi saksi sejarah perlawanan petani Tambun melawan Penjajahan. Tugu itu pun dibuat untuk mengenang para pahlawan pejuang kemerdekaan.
Hal tersebut karena Endra menjelaskan bahwa di Bekasi dulunya merupakan titik temu pertempuran dari pejuang Indonesia yang bermukim di daerah Karawang dan tentara kolonial yang bermukim di Batavia (Jakarta).
Lalu setelah itu kami pun mengunjungi daerah kawasan lama yang ada di Bekasi yang saat ini sudah menjadi Mapolresta Bekasi. Tak banyak yang tersisa, hanya terdapat dua bangunan rumah yang merupakan bangunan orisinil sejak zaman Belanda.
Selepas itu kami berjalan cukup jauh ke arah Klenteng tertua di Bekasi, yaitu Klenteng Hok Lay Kiong. Bertepatan dengan H-1 perayaan Imlek, Klenteng ini pun diramaikan oleh banyak pengunjung baik untuk beribadah maupun untuk berwisata.
Menyambut Imlek, Klenteng ini pun dipenuhi ornamen-ornamen khas imlek seperti lampion yang terpasang di sepanjang jalan ke arah Klenteng, kue keranjang, hingga lilin besar yang khusus untuk perayaan Imlek.
Selepas asyik melihat-lihat suasana Klenteng, kami pun beranjak ke arah Proyek Bekasi untuk melihat monumen Perjuangan Rakyat Bekasi yang ternyata terdapat juga di sini. Berbeda dengan monumen sebelumnya yang dibangun di tengah taman, untuk monumen ini dibangun di sebuah pertigaan jalan.
![]() |
Lalu kami pun beranjak lagi ke tujuan akhir kami ke arah Kali Bekasi. Dalam perjalanannya terik matahari Bekasi amat terasa, ditambah kami pun berjalan menyusuri rel kereta Bekasi untuk memangkas perjalanan. Namun menyusuri rel kereta api membawa kami ke masa lalu, khususnya bagi remaja Bekasi yang kerap kali menjadikan rel kereta api menjadi tempat bermain.
Akhirnya kami sampai di Kali Bekasi yang berlokasi tak jauh dari Stasiun Bekasi. Jarang disadari ternyata di sini terdapat Monumen Sejarah Perjuangan Kali Bekasi. Monumen ini dibangun karena di Kali Bekasi ini dahulunya terjadi peristiwa sejarah dibantainya 90 tentara Jepang.
Endra selaku budayawan Bekasi menjelaskan bahwa dulunya ketika Jepang telah kalah di Perang Dunia II, mereka berniat untuk menarik bala pasukan yang masih tersisa di Indonesia. Namun rakyat Bekasi yang kadung kesal dengan penjajah, akhirnya mereka memberhentikan dan menginspeksi semua kereta yang lewat, akhirnya mereka menemukan para tentara Jepang yang awalnya dijarah dan ditawan, sebelum akhirnya diakhiri hidupnya di Kali Bekasi.
Perjalanan ini menempuh waktu sekitar 4 jam 30 menit dan cukup memberikan pengalaman baru bagi peserta yang mengikutinya. "Kalo saya paling tertarik sama ini ya, rel kereta api. Karena ini pertama kali kita jalan di pinggir rel kereta api, ada kereta api lewat, kan biasanya hari biasa gak mungkin ya," ujar peserta Nadia.
Selain itu dirinya pun menceritakan mengapa dirinya tertarik untuk mengikuti walking tur kali ini. "Karena kita domisili bekasi, cuman sering jalan tapi kayak nggak tau sejarahnya gitu loh. Tapi pas ada ngojak, oh ada ngulik-ngulik sejarahnya, jadi tertarik. Pengen gak cuman tinggal di sini tapi tau mengenai sejarah dan beberapa hal baru yang ada di Bekasi," Nadia bercerita.
Seiringan dengan itu peserta lain, Vera pun bercerita terkait alasan dirinya tertarik mengikuti Walking Tour. "Senang jalan-jalan ya, jalan-jalan dengan berjalan kaki itu selain sehat, kita juga bisa melihat keadaan. Dan kecepatannya juga kita kan nggak perlu buru-buru beda kalo kita ikut tur dengan bus atau pariwisata, mungkin kan agak buru-buru ya. Dan mungkin kita gak bisa dapet dengan apa yang mau diceritakan tentang budaya, atau keadaan di tempat yang dituju," Vera menjelaskan.
Simak Video "Serunya Walking Tour Menelusuri Sejarah Kota Depok"
[Gambas:Video 20detik]
(sym/wsw)