Desa Tenganan Pegringsingan menjadi salah satu desa Bali Aga yang hingga kini masih kukuh mempertahankan warisan budaya dan tradisi dari leluhur. Melarang poligami dan tak mengenal adanya pondok mertua indah.
Tamping Takon Tebenen Desa Tenganan, I Putu Suarjana, menyebut leluhurnya mewariskan aturan tertulis yang disebut awig-awig. Salah satunya, warga Desa Tenganan, yang berada di Karangasem, Bali itu dilarang melakukan poligami.
"Sampai sekarang kami diwarisi aturan tertulis yang namanya awig-awig. Seluruh masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan tidak boleh menikah dua kali atau poligami," kata Tamping Takon Tebenan Desa Tenganan, I Putu Suarjana.
I Putu Suarjana menganggap awig-awig ini sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan dan menjunjung kesetaraan gender.
Seiring dengan adanya awig-awig anti poligami ini, ada sanksi yang menunggu jika warga Desa Penglipuran melanggar. Menurut I Putu Suarjana, sanksinya berupa perbedaan pada hak dan tugas pokok fungsi.
Desa Tenganan Pegringsingan di Karangasem, Bali itu memiliki tiga lembaga adat, yaitu krama desa, krama gumi pulangan, dan krama gumi dengan hak dan tugas pokok fungsi yang berbeda.
I Putu Suarjana menjelaskan jika masyarakat Desa Tenganan melakukan poligami meskipun dengan sesama warga desa maka akan masuk sebagai krama gumi pulangan. Sebagai krama gumi pulangan, masyarakat yang berpoligami tidak memiliki kesempatan untuk menduduki posisi legislatif desa dan menjadi pimpinan desa adat.
Hingga saat ini sudah ada beberapa masyarakat Desa Tenganan yang melakukan poligami. I Putu Suarjana menyebut masyarakat yang berpoligami akan tetap diperbolehkan tinggal di Desa Tenganan.
"Mereka yang berpoligami hanya dipindahkan dalam hal hak dan kewajibannya saja. Masih akan diterima, akan berbeda pada hak dan kewajiban saja," ujarnya.
Tak hanya melarang poligami, Desa Tenganan hingga kini masih mempertahankan sistem kepemilikan tanah yang berbeda dari desa lainnya.
Tak mengenal pondok mertua indah, peraturan di Desa Tenganan mewajibkan pengantin baru untuk memisahkan diri dengan orang tua maksimal 6 bulan setelah upacara pernikahan. I Putu Suarjana menyebut dalam satu pekarangan rumah di Desa Tenganan hanya boleh dihuni oleh satu kepala keluarga.
Tidak sekadar melarang, perangkat desa menyediakan fasilitas tanah atau pekarangan secara cuma-cuma alias gratis kepada masyarakatnya yang baru menikah.
"Di sini fasilitas rumah tangga sudah disediakan oleh desa adat. Pengantin dapat memilih pekarangan yang masih kosong tanpa harus membeli. Itu kurang lebih 5 are, yang terdiri dari 1 are halaman depan, 3 are pemukiman, dan 1 are halaman belakang. Karena di sini segala sesuatunya diatur oleh adat," ujar I Putu Suarjana.
Berada di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur pulau Bali. Desa Tenganan adalah salah satu dari delapan Bali Aga yang hingga kini masih menjunjung dan melaksanakan warisan budaya leluhur.
Baca juga: Desa Tenganan Pegringsingan Anti Poligami |
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol