TRAVEL NEWS
Black Coffee, Pionir Kedai Kopi di Timika, Kini Nyaman Buka di Teras Rumah
Musawir boleh dibilang pionir pendiri kedai kopi di Timika. Dulu Black Coffee, kedai kopi miliknya, ada di jantung kota Timika, tetapi kini dia menjamu traveler di teras rumah.
Musawir, 48 tahun, tertarik untuk membuka kedai kopi di Timika sejak masih menjadi karyawan PT Freeport Indonesia. Pilihan itu mantap dijalani setelah dia di-PHK sepihak pada 2017. Musawir dan sejumlah rekan kerja melakukan mogok kerja menentang Furlough yang dikeluarkan PT Freeport Indonesia.
Saat masih menjadi karyawan PT Freeport Indonesia, tepatnya pada 2013, Musawir mulai terjun ke dunia kopi. Dia aktif berburu kopi Papua. Hingga kemudian bersama rekannya Hery, dia membangun Black Coffee. Lokasinya di Jl Ahmad Yani, salah satu jalan tersibuk di Timika, Mimika, Papua.
Kendati menjadi pionir membuka kedai kopi Papua di Timika, Musawir enggan disebut yang pertama.
"Jangan sebut saya yang pertamalah... Kalau soal nama Black Coffee, karena kami ingin mengenalkan kopi hitam dengan proses manual dan menjadi daily coffee di Timika," kata Musawir dalam perbincangan dengan detikTravel beberapa waktu lalu.
Sebagai karyawan PT Freeport Indonesia, Musawir memahami betul banyak sekali karyawan tambang emas, yang berasal dari berbagai daerah, bahkan tidak sedikit ekspatriat, mencari kedai kopi yang menyuguhkan kopi Papua.
"Saya ingin orang-orang di sini mudah menemukan kopi Papua dan jenis lainnya. Selain kopi instan," kata Musawir.
Kedai kopi Black Coffee direspons positif oleh pelanggan. Apalagi, Musawir membuat kedai kopi itu menjadi tempat yang tidak pernah tutup. Terbuka buat siapa saja. Baik yang ingin ngopi atau pun belajar brewing. Dia juga menerima mereka yang me-roasting biji kopi.
Selain itu, Musawir tertantang untuk mendatangkan biji kopi dari berbagai daerah di Papua. Selama ini, dia mengandalkan kenalan untuk berhubungan dengan petani kopi di pegunungan. Musawir bilang biji kopi Papua yang paling gampang didapatkan adalah kopi Wamena, selain itu lebih sulit. Mulai dari Walesi, Piramid, dan Kubima.
Ya, mendapatkan kopi Papua bukan perkara mudah. Kebun kopi Arabica biasanya berada di pegunungan yang aksesnya sulit. Kebun-kebun itu ada di daerah yang cuma bisa dicapai dengan pesawat atau helikopter. Biasa sewa satu pesawat bisa mencapai Rp 40 hingga 50 juta. Belum lagi masalah cuaca dan keamanan. Bandara sering kali buka tutup.
Lama-kelamaan, kedai kopi Black Coffee milik Musawir memiliki komunitas. Seiring berjalannya waktu, pelanggannya makin banyak.
Musawir pun percaya diri memindahkan kedai ke rumah yang lokasinya masuk gang. Perjudian itu tidak berpengaruh terhadap jumlah pelanggan. Sampai saat ini, kedai kopi Black Coffee masih ramai pengunjung.
"Proses roasting biji juga di sini (di rumah). Biar tidak perlu bolak-balik dari rumah ke kedai dan betul-betul bisa menjamu teman-teman selama 24 jam," dia menegaskan.
Musawir kini tidak sendirian. Dalam Festival Kopi yang digelar di Pasar Lama, Timika bersamaan PON Papua, ada sejumlah pemilik kedai kopi yang mengenalkan kedainya.
"Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang main manual brewing dan kopi kekinian, sudah mengikuti tren. Kedai kontainer lebih banyak lagi, cafe banyak," kata Musawir.
Simak Video "Berkah PON XX, Potensi Pariwisata Papua Kini Mulai Terpetakan"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/ddn)