Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Selasa, 08 Nov 2022 06:11 WIB

TRAVEL NEWS

Asal-usul Reog Ponorogo: Saling Ejek, Perburuan Cinta, hingga Perang Kerajaan

Putu Intan
detikTravel
Polisi dan Marinir turut memeriahkan Hari Raya Trisuci Waisak di pelataran Museum Fatahillah Jakarta, Minggu (6/5/2018). Mereka menggelar parade reog dan barongsai.
Reog Ponorogo. Foto: Rio Soebekti
Jakarta -

Reog Ponorogo bukan sekadar seni pertunjukan. Rupanya ada dua versi cerita sejarah yang dibawakan dalam kesenian ini.

Reog Ponorogo diyakini telah berusia ratusan tahun meskipun hingga saat ini belum ditemukan catatan yang menjelaskan waktu dimulainya kesenian ini. Peneliti Reog Ponorogo Rido Kurnianto menjelaskan Reog Ponorogo kemungkinan sudah ada sejak orang-orang masih menganut animisme dan dinamisme.

"Kalau versi perkembangan masyarakat, tahunnya belum terbuka. Tapi, ada periodik masyarakat Ponorogo masih melakukan ritual animisme dan dinamisme. Berarti lama sekali. Bahkan ada yang mengatakan itu sejak datangnya masyarakat di Ponorogo," kata Rido kepada detikcom.

Rido mengatakan pendapat tersebut tak terlepas dari sosok macan dan merak dalam pertunjukan Reog Ponorogo. Kedua hewan ini merupakan simbol kuat dalam masyarakat Jawa.

"Di zamannya, macan dan merak merupakan binatang pionir di belantara. Macan sebagai binatang terkuat, terbuas, dan terberani. Sementara merak hijau adalah burung terindah, terbagus," ujarnya.

"Nenek moyang Ponorogo begitu piawai memilih burung merak yang kemudian hari diketahui sebagai burung endemik Jawa dan terbagus. Ada merak jenis merak putih, biru, ungu, tapi tidak bisa menyamai keindahan burung merak hijau," dia menambahkan.

Perkumpulan Reog Ponorogo Surabaya (Purbaya) menggelar aksi simpatik. Mereka mendorong Reog Ponorogo segera didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia.Perkumpulan Reog Ponorogo Surabaya (Purbaya) menggelar aksi simpatik. Mereka mendorong Reog Ponorogo segera didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia. Foto: Deny Prastyo Utomo/detikcom

Perpaduan macan dan merak ini juga digunakan masyarakat dalam ritual tolak bala. Masyarakat punya harapan, dengan kombinasi keduanya, hal-hal buruk dapat menyingkir dengan sendirinya.

"Orang Ponorogo dengan pribadi yang kuat lahir batin dan indah akhlaknya, bala tidak akan datang," kata Rido.

Lebih lanjut, Rido juga punya pendapat lain soal kemunculan Reog Ponorogo. Bila dikaitkan dengan versi cerita di balik Reog Ponorogo, bisa jadi kesenian ini sudah ada sejak abad ke-14 atau 15.

Anggapan itu didasarkan pada latar cerita munculnya Reog Ponorogo di Kerajaan Kediri dan Kerajaan Majapahit. Rido memaparkan, hingga saat ini diyakini ada 2 versi cerita yang kemudian menjadi 2 basis pertunjukan Reog Ponorogo, yakni Suru Kubeng dan Bantarangin.

Versi pertama adalah Suru Kubeng atau Ki Ageng Kutu. Reog ini dibuat Ki Ageng Kutu sebagai bentuk sindiran kepada raja Majapahit pada saat itu yakni Raja Brawijaya V yang tunduk pada permaisurinya, Putri Campa.

"Untuk Suru Kubeng ini logika besarnya adalah kritik atau satire. Jadi, tariannya untuk mengejek. Tarian kritik yang dalam bentuk seni Reog Ponorogo, Brawijaya V adalah barongan, yaitu macan yang ditunggangi burung merak. Itu seperti Brawijaya V yang ditunggangi Dewi Campa karena kebijakan pemerintahan atau kerajaan didominasi istrinya," kata Rido.

PONOROGO, INDONESIA - NOVEMBER 02:  The King Klana Swandana dancer performs at Reog National Festival on November 2, 2013 in Ponorogo, Indonesia. Reog is a traditional form of dance which is particularly popular in the Ponorogo regency. The festival is held every year and coincides with the anniversary of the Ponorogo regency and the Grebeg Suro celebration. The lead figure in the dance is known as the 'Singo Barong', this person is responsible for supporting the weight of a 30-40kg mask with only their teeth.  (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)Reog Ponorogo. Foto: Getty Images/Robertus Pudyanto

Sementara itu, versi kedua yang disebut Bantarangin mengambil latar cerita di Kerajaan Bantarangin dan Kediri. Cerita yang satu ini bermula dari perburuan cinta yang berujung pada pertempuran.

Mulanya Raja Bantarangin, yakni Kelana Suwandana, berniat melamar putri Kerajaan Kediri yang bernama Putri Sanggalangit.

Namun, saat di perjalanan ia dicegat oleh utusan Raja Kediri bernama Singabarong. Singobarong rupanya juga ingin bersaing dalam memperebutkan Putri Songgolangit. Singabarong datang dengan membawa bala tentaranya yang terdiri dari burung dan singa.

Sedangkan Raja Kelana dan wakilnya, Bujanganom, dikawal oleh warok. Warok merupakan pengawal raja yang memiliki kekuatan ilmu hitam yang mampu mematikan lawan-lawannya.

Kemudian, terjadi perang tanding antara kedua kerajaan. Kedua kubu memiliki kekuatan yang besar, sehingga pertarungan terjadi beberapa hari dan tidak ada yang menang maupun kalah. Mereka akhirnya berdamai karena kekuatannya habis.

Akhirnya, Raja Kediri menerima lamaran Raja Bantarangin yang ingin meminang putrinya. Pada saat kedua mempelai menikah, pasukan merak dan singa, serta warok mengadakan atraksi sebagai sebuah tontonan.

"Bantarangin ini kemudian melahirkan reog panggung, reog garapan, atau reog sanggar. Dalam hal ini dipentaskan setiap tahun dalam festival nasional," ujar Rido.

Kendati memiliki perbedaan, sesepuh Reog Ponorogo, H. Ahmad Tobroni atau akrab disapa Mbah Tobron, mengungkapkan itu tak jadi masalah. Ia yang sudah menekuni reog sejak 1948 itu justru melihat perbedaan menjadi hal yang menarik.

"Keduanya itu bersatu menjadi pertunjukan yang indah," kata dia.



Simak Video "Seniman Reog Legendaris Mbah Tobron Meninggal Dunia "
[Gambas:Video 20detik]
(pin/fem)
BERITA TERKAIT
BACA JUGA
detik Pagi
×
Live Chat Klik Di Sini
Live Chat Klik Di Sini Selengkapnya