Migrasi hewan terbesar di bumi masih terjadi di Maasai Mara, Kenya. Tetapi pandemi Corona membuatnya berbeda.
Apa bedanya dengan saat ini? Diberitakan CNN, Selasa (20/10/2020) pandemi membuat penonton yang biasanya berduyun-duyun datang kini hanya tinggal beberapa saja.
Perbedaan lain dirasakan Nadutari Tingisha. Ia biasanya membuat perhiasan manik-manik dan itu jadi satu-satunya pekerjaan yang pernah dikenalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehari-hari Nadutari menjajakan dagangannya kepada turis yang berduyun-duyun ke Maasai Mara. Mereka datang untuk bersafari, namun tahun ini pelanggannya sangat sedikit.
Setiap tahun antara Juni dan Desember, salah satu migrasi hewan terbesar dan terpanjang di dunia terjadi di Afrika Timur. Lebih dari dua juta wildebeest, zebra, rusa, dan hewan lain melintasi Serengeti ke Maasai Mara di Kenya untuk mengejar padang rumput yang lebih hijau.
Dijuluki oleh banyak orang sebagai Migrasi Besar, rute melingkar ini membentang sejauh 800-1.600 kilometer. Kawanan wildebeest yang sering terlihat membentang sepanjang 40 kilometer.
Di masa lalu, sebagian besar wisatawan Kenya tiba antara Juni dan Oktober untuk menyaksikan migrasi hewan terbesar di bumi. Namun, pembatasan perjalanan selama berbulan-bulan karena pandemi Corona telah memukul industri pariwisata negara itu.
Saat perlambatan perjalanan internasional berlanjut, perusahaan safari Kenya menghadapi kerugian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Eleni Giokos dari CNN melihat bagaimana operator safari di Maasai Mara mencari sumber pendapatan alternatif di tengah periode ketidakpastian keuangan ini.
Baca juga: Uganda Juga Mulai Buka Pagar untuk Turis |
![]() |
Agustus biasanya merupakan salah satu bulan tersibuk bagi wisatawan, menyumbang 10% dari total pengunjung tahunan Kenya. Ada sekitar 250.000 pelancong, menurut Najib Balala, Menteri Pariwisata dan Margasatwa Kenya.
Penerbangan internasional dihentikan pada akhir Maret karena virus corona dan dibuka kembali pada 1 Agustus. Negara itu kini hanya menyambut kurang dari 15.000 turis di bulan itu untuk menyaksikan migrasi hewan.
Penurunan permintaan telah menempatkan 2,5 juta pekerjaan di bidang pariwisata Kenya dalam bahaya. Banyak di antaranya milik Maasai sendiri, suku yang dikenal di seluruh dunia karena tradisi dan pakaian berwarna-warni.
![]() |
Suku Maasai juga memiliki sebagian besar wilayah Maasai Mara. Mereka yang sering menyewakan tanah tersebut kepada pihak konservasi yang menjalankan cagar alam dan safari.
Pada 2019, 15.000 pemilik tanah Maasai mampu mendapatkan lebih dari USD 7,5 juta sebagai pembayaran sewa, kata Daniel Sopia, CEO dari Asosiasi Konservasi Margasatwa Maasai Mara. Tahun ini, para pemilik tanah mengatakan bahwa mereka mengharap mendapat kurang dari setengah jumlah itu.
Meski infeksi COVID-19 dan tingkat kematian di Kenya relatif rendah, jumlah turis diperkirakan tetap turun hingga awal 2022.
Suku Maasai sekarang berusaha mencari pemasukan selain dari pariwisata untuk menopang kehidupan mereka.
Selain menanam tumbuhan pangan mereka sendiri, Suku Maasai juga mencari bahan-bahan lokal untuk membuat pembersih tangan dan sabun untuk dijual ke suku di seluruh Kenya.
Nelson Reiya, salah satu pendiri Nashulai Maasai Conservancy yang ikut mengelola migrasi hewan, mengatakan pembangunan pusat produksi mekanis sedang berlangsung dan akan beroperasi pada akhir tahun ini.
(msl/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan